Follow Us @gamelansp4

Followers

Wednesday, January 8, 2020

Kesenian Tradisional Wayang Kulit


Wayang Kulit

Wayang kulit adalah seni tradisioanal Indonesia yang pertama berkembang di Jawa. Wayang berasal dari kata  ‘Ma Hyang' yang artinya menuju kepada roh spiritual, dewa, atau Tuhan Yang Maha Esa. Ada juga yang mengartikan wayang adalah istilah bahasa Jawa yang bermakna ‘bayangan', hal ini disebabkan karena penonton juga bisa meonton wayang dari belakang kelir atau hanya bayangan saja.
Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang yang juga betugas menjadi narator dialog tokoh-tokoh wayang, dengan diiringi oleh musik gamelan yang dimainkan oleh sekelompok nayaga dan tembaga yang dinyanyikan oleh para pesinden. Dalang menainkan tokoh-tokoh wayang  kulit didalam kelir, yaitu layang yang terbuat dari kain putih, sementara pada bagian belakangnya disorotkan lampu listrik atau lampu minyak, sehingga para penonton yang berada di sisi lain dari layar dapat melihat bayangan wayang yang jatuh ke kelir. Untuk dapat memahami cerita wayang (lakon), penonton harus memiliki pengetahuan akan tokoh-tokoh wayang yang bayangannya tampil di layar.
Secara umum wayang mengambil cerita dari naskah Mahabrata dan Ramayana, tetapi tidak dibatasi hanya dengan pakem (standar) tersebut, dalang juga bisa memainkan lakon caragan (gubahan). Pada beberapa cerita yang ditampilakan selain menngangkat cerita dari Mahabrata dan Ramayana juga diambil dari cerita Panji.
Pertunjukan wayang kulit telah diakui oleh UNESCO pada taggal 7 November 2003, sebagai salah satu karya kebudyaan yang mengangumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan berharga. Wayang kulit lebih terkenal di pulau Jawa bagian tengah dan timur, sedangkan wayang golek lebih terkenal dan sering dimainkan di pulau Jawa bagian barat.

             Pembuatan Wayang Kulit

   Bahan utama dalam pembuatan wayang kulit yaitu kulit kerbau yang sudah diproses menjadi kulit lembaran. Ukuran kulit kerbau yang digunakan untkuk membuat satu buah wayang kulit yaitu sekitar 50x30 cm kulit lembaran yang kemudian dipahat denga peralatan yang terbuat dari besi yang berujung runcing berbahan dasar  dari baja kualitas terbaik. Besi baja ini dbuat terlebih dahulu dalam berbagai bentuk dan ukuran, ada yang pipih, runcing, kecil, besar, dan berbagai macam bentuk serta ukuran lainnya yang masing-masing mempunya fungsi yang bereda-beda.
   Namun pada dasarnya, untuk menata atau membuat berbagai bentuk wayang lembaran kulit sengaja dibuat hingga berlubang. Selanjutnya dilkukan pemasangan bagian-bagian tubuh seperti tangan, pada bagian tangan terdapat dua buah sambungan, lengan atas dan juga siku, cara menyambungkannya dengan menggunakan sekrup kecil yang terbuat dari tanduk sapi atau kerbau. Tangkai yang fungsinya untuk menggerakan bagian lengan yang berwarna kehitaman juga terbuat dari bahan baku tanduk kerbau dan warna keemasannya umumnya dengan menggunakan prada yaitu kertas warna emas yang ditempel atau bisa juga dengan dibron, dicat dengan bubuk yang dicairkan. Wayang yang menggunakan prada, hasilnya lebih baik, wananya bisa tahan lebih lama dibandngkan dengan yang bron.
             Dalang Wayang Kulit

   Dalang adalah bagian terpenting dalam pertunjukan wayang kulit (wayag purwa). Dalam terminlogi bahasa jawa, dalang (haling) berasal dari akronil ngudal Piwulang. Ngudal artinya membongkar atau menyebar luaskan dan piwulang yang artinya ajaran, pendidikan, ilmu, dan infornasi. Jadi keberadaan dalang dalam pertunjukan wayang kulit bukan saja pada aspek tontonan (hiburan) semata, tetapi juga menjadi tuntunan. Oleh karena itu, disamping menguasai teknik pendalangan, para pendalang juga harus memiliki pengetahuan yang luas luas dan mampu memberikan pengaruh kepada para penonton.
   Dalang-dalang wayang kulit yang mencapai puncak kejayaan dan melegenda antara lain almarhum Ki Tristuti Rachmadi (Solo), almarhum Ki Narto Sabdo (Semarang, gaya Solo), almahum Ki Surono (Banjanegara, gaya Banyumas), almarhum Ki Timbul Hadi Prayitno (Yogya), almarhum Ki Hadi Sugito ( Kulonprogo, Yogyakarta), Ki Soeparman (gaya Yogya), Ki Anom Suroto (gaya Solo), Ki Entus Susmono, Ki Agus Wiranto, almarhum Ki Suleman (gaya Jawa Timur). Sedangkan untuk Peseinden yang legendaries adalah almarhumah Nyi Tjondrolukito.

             Nilai-nilai Yang Terkandung Dalam Wayang Kulit

Cerita dalam pertunjukan wayang kulit sejatinya menampilkan ajaran moral, dimana manusia hidup diharapkan dapat mengetahui mana yang lebih baik dan mana yang buruk. Pasan nilai-nilai etika dalam wayang biasanya disampaikan secara tegas misalnya jangan membunuh, jangan berdusta, jangan berkhianat, tidak boleh marah, tidak boleh munafik, dan lain sebagainya.
Hal lain yang ditampilkan dalam pangelaran wayang adalah soal dilema atau pilihan. Manusia hidup ternyata selalu dihadapkan dengan pilihan. Tetapi apapun pilihanya, manusia pastinya akan memilih, meskipun pilihan atau keputusan yang diambil tidak pernah sempurna. Hal ini menunjukkan bahwa manusia secara psikologis dan fisiologis selalu dihadapkan dengan problema yang tidak pernah terpecahkan secara sempurna. Kemudian manusia harus mampu berdiri di salah satu pihak, yang baik maupun yang buruk misalnya Jamadagni harus memilih membunuh istrinya atau membiarkan istrinya berdosa, Rama Parasu harus memilih membunuh Ibunya atau menentang perintah Ayahnya, Harjuna Sasra harus memilih meninggalkan tahtahnya atau mencari Nirwana, Wibisana harus memilih ikut angkara atau ikut kebenaran, dan Sri Rama harus memilih mengorbankan rakyatnya atau mengorbankan cintanya.
Pancasila sebagai jiwa dan kepribadian bangsa memiliki arti bahwa Pancasila sudah menjadi jiwa setiap rakyat Indonesia dan telah menjadi ciri khas bangsa Indonesai dalam bersikap, tingkah laku, dan perbuatan. Menurut dewan perancang nasional, yang dimaksud dengan kepribdian bangsa Indonesia ialah : keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia adalah pencerminan dari garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia sepanjang masa. Kepribadian bangsa tetap berakar dari kepribadian ndividual dalam masyarakat yang pancasialis serta gagasan-gagasan besar yang tumbuh dan sejalan dengan konsep filsafat Pancasila.
Perwatakan manusia dalam segala aspek dan manifestasinya tersimbolkan dengan sangat halus dalam penampilan tokoh-tokoh  protagonist maupun antagonis dalam reportoir wayang sangat luas jangkauannya dan sangat dalam jajagannya. Penonton tidak jarang mengidentifikasikan diri sesuai dengan watak tokoh wayang yang dicocoki. Apa yang ditawarkan wayang, apabila diteliti secara kritis, lepas dari chauvinise yang berlebih-lebihan dan pengagung-agunangan masa lalu, akan sangat bermanfaat bagi kehidupan bangsa Indonesia, yang dalam kiprah pembangunannya sedang mencari nilai-nilai yang dapat  dipergunakan bagi pembangunan watak bangsa.
Menurut  Amir (1997), nilai-nilai yang terdapat dalam wayang, oleh sejarahnya yang teramat panjang, merangkum nilai-nilai yang berasal dari sistem etika purba, Hindunisme / Budhisme, Islam, aliran-alirn kepercayaan yang lainnya. Ajaran wayang purba telah banyak mempengaruhi cara berfikir dan perilaku masyarakat penggemarnya (Jawa).
Pancasila sebagai filsafat hidup bangsa maupun sebagai dasar negara/ideologi negara adalah sebuah kesadaran ; artinya kita menyakini nilai-nilai yang terkandung  di dalamnya dengan penuh kesadaran. Ini juga berarti adanya kesadaran bahwa eksitensi kita sebagai bangsa dan negara yang sangat beragam ini adalah sebuah potensi, jika dikelola dengan baik dengan meng- implementasikan nilai-nilai Pancasila di berbagai bidang kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, pendidikan, hukum, sejarah, ekonomi, industri dan sebagainya maka niscaya akan membuat kita menjadi sebuah bangsa dan negara yang besar.

             Kesesuaian Ajaran Wayang Dengan Nilai-nilai Pancasila

Orang Jawa mempunyai jenis kesenian tradisional yang bisa hidup dan berkembang hingga kini dan mampu menyentuh hati sanubari dan menggetarkan jiwa, yaitu seni pewayangan. Selain sebagai alat komunikasi yang ampuh serta sarana memahami kehidupan, wayang bagi orang Jawa merupakan simbolisme pandagan-pandangan hidup orang Jawa mengenai hal-hal kehidupan yang tertuang dalam dialog di alur cerita yang ditampilkan.
Pertunjukan wayang menurut orang Jawa tidak hanya berhadapan dengan teori-teori umum tentang manusia, melainkan model-model hidup dan kelakuan manusia digambarkan secara kongrit. Pada hakekatnya, seni perwayangan mengadung konsep yang dapat dipakai sebagai pedoman sikap dan perbuatan dari kelompok sosial tertentu.
Konsep-konsep tersebut tersusun menjadi nilai-niai budaya yang tersirat dan tergambar dalam alur cerita-cerita nilai budaya tersebut. Baik dalam sikap pandangan terhadap hakekat hidup, hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan lingkungan, serta hubungan manusia dengan manusia lain.
Pertunjukan wayang terutama wayang kulit sering dikaitkan dengan upacara adat seperti ; perkawinan, akikah, pindahan rumah, sunatan, dan lain-lain. Pertunjukan ini biasanya disajikan dalam cerita-cerita yang memaknai hajatan dmaksud, misalnya dalam hajatan perkawinan cerita yang diambil seperti Parto Krama (Perkwinan Arjuna), akikah ditampilkan cerita Abimanyu lahir, pembersihan desa mengambil cerita Murwa Kala/Ruwatan.
Secara lahiriah, kesenian wayang merupakan hiburan yang mengasyikan baik ditinjau dari segi wujud maupun seni pakelirnya. Namun demikian dibalik seni pakelirnya yang tersurat ini terkandung nilai adiluhur sebagai santapan rohani secara tersirat. Peranan seni dalam pewayangan merupakan unsur dominan. Akan tetapi apabila dikaji secara mendalam dapat dtelususri nilai-nilai edukatif yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
Unsur-unsur pendidikan tampil dalam bentuk pasemon atau perlambangan. Oleh karena itu, kemampuan seseorang dalam melihat niai-nilai tersebut tergantung juga dari cara menghayati dan mencerna bentuk-bentuk simbol atau lambang dalam perwayangan. Dalam lakon-lakon tertentu misalnya lakon yang diambil dari Serat Ramayana maupun Mahabrata sebenarya dapat diambil pelajaran yang mengandung pendidikan. Peran keseian wayang sebagai sarana penunjang pendidikan kepribadian bangsa, rasanya perlu mendapat tinjauan secara khusus. Berdasarkan sejarahnya, kesenian wayang jelas lahir di bumi Indonesia. Dengan adanya sifat indegenus yang dimiliki bangsa Indonesia, maka pembauran kebuadayaan asing terjadi secara sempurna, sehingga tidak terasa asing.
Berbicara   mengenai kesenian wayang dalam hubungannya dengan pendidikan kepribadian bangsa tidak dapat lepas dari tinjauan kesenian wayang itu sendiri dengan falsafah hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila. Pancasila sebagai falsafah negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia merupakan ciri khusus yang dapat membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa lain. Pancasila merupakan norma yang mengatur tingkah laku dan perikehidupan bangsa.
Pengertian Kepribadian Bangsa adalah suatu cirri khusus yang konsisten dari bangsa Indonesia yang dapat memberikan identitas khusus, sehingga secara jelas dapat dibedakan dengan bangsa lain. Rumusan Pancasila secara resmi ditetapkan dengan sah sebagai falsafah Negara dan pandangan hidup bangsa Idonesia sejak berlakunya Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4 tercantum rumusan Pancasila yang berbunyi: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jiwa Pancasila seperti yang termaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, bukanlah hal yang baru dalam dunia perwayangan.

No comments:

Post a Comment

Gamelan pakurmatan

                    Gamelan Pakurmatan Nama pakurmatan sendiri telah menyebut jenis karawitan ini adalah untuk menghormat sesuatu. Disebut...