Konsep Musikal Gamelan Semar Pangulingan
Gamelan Semara
Pagulingan adalah perangkat gamelan yang berlaras pelog sapta nada (pelog tujuh
nada) terdiri dari lima nada pokok dan dua nada pemero. Gamelan ini merupakan
pemekaran dari gamelan Pagambuhan yang barungannya sangat sederhana menjadi
barungan yang lebih besar dan tepat guna. Pemekaran ini diilhami pula oleh
adanya gamelan Gong Luang (Rembang, 1985 : 3). Menurut Wayan Rai S. dalam Mudra
(1997 : 145), istilah Semara Pagulingan terdiri dari kata “Semara” dan
“Pagulingan”. Semara, atau sering pula disebut semar ; adalah dewa keindahan;
sedangkan pagulingan adalah istilah yang sering diaso-siasikan dengan bed
chamber. Karena itu Semara Pagulingan diartikan sebagai love music for the bed
chamber (Hood), atau gamelan rekreasi raja-raja zaman dahulu (Bandem). Menurut
I Nyoman Rembang, Semara Pagulingan bukanlah sebuah istilah yang semata-mata
diasosiasikan dengan musik yang bernuansa sex, melainkan suatu istilah yang
diberikan kepada gamelan yang mampu memberikan rasa keindahan yang luar biasa,
dalam bahasa Bali disebut ngelangenin. Pada mulanya masyarakat Bali mengenal
Semara Pagulingan hanya berlaras pelog saih pitu, akan tetapi dalam
perkembangan selanjutnya muncul gamelan Semara Pagulingan yang berlaras pelog
saih lima. Kedua jenis Semara Pagulingan tersebut secara fisik lebih kecil dari
barungan Gong Kebyar jika dilihat dari ukuran instrumen gangsa dan trompong
yang melengkapi. Sebagai penentu identitas, instrumen trompong memegang peranan
penting dalam gamelan Semara Pagulingan. Semara Pagulingan Banjar Teges
Kanginan adalah gamelan Semara Pagulingan berlaras pelog saih lima memiliki
identitas yang khas dengan keunikannya, yang masih mampu bertahan sesuai
tradisi dan kondisi kehidupan masyarakat pendukungnnya. Tradisi menggunakan
Semara Pagulingan dalam upacara-upacara adat dan keagamaan di Banjar Teges
Kanginan telah berlangsung cukup lama yang hingga sekarang masih tetap
dilaksanakan oleh generasi penerusnya. Sampai dewasa ini Banjar Teges Kanginan
masih memelihara dan memanfaatkan gamelan Semar Pagulingan secara fungsional,
masih kokoh dan mampu melestarikan salah satu media kesenian Bali yang telah
diwarisi secara turun-temurun. Lestarinya repertoire tersebut tidak terlepas
dari adanya tabuh-tabuh yang disajikan secara khusus, baik untuk kepentingan
melengkapi ritual keagamaan maupun untuk menunjang aktivitas masyarakatnya.
Tulisan ini akan mengkaji konsep musikal dan nilai-nilai yang menjadi identitas
gamelan Semara Pagulingan yang berkembang di Banjar Teges Kanginan, Peliatan,
Gianyar. Dengan menjadikan gamelan Semara Pagulingan sebagai topik tulisan ini,
penulis bermaksud untuk menyajikan bagaimana perkembangan gamelan Semara
Pagulingan dalam konteks aktivitas sosial masyarakat Teges Kanginan, baik yang
berkaitan dengan aspek kehidupan beragama maupun dengan aspek kehidupan
berkesenian dalam menghadapi perubahan dilingkungan budayanya. 2. Repertoire
Gamelan Semara Pagulingan Gamelan Semara Pagulingan Teges Kanginan memiliki
patet yang hampir sama dengan patet selisir dalam Semara Pagulingan saih pitu.
Repertoarnya sejenis dengan gamelan Palegongan dan Bebarongan, umumnya dalam
bentuk insrumental dan sebagai iringan tari. Secara fisik instrumen yang
melengkapi barungannya didominasi oleh instrumen-instrumen berbilah, bentuk
instrumen-instrumen tersebut pada dasarnya sama, hanya saja terdapat perbedaan
ukuran besar-kecil bilah, jumlah bilah dan urutan nada-nada dalam setiap
tungguhnya. Instrumen yang menjadikan barungan untuk satu set gamelan Semara
Pagulingan itu tidak semuanya sama. Antara barungan-barungan itu masih ada
terdapat perbedaan alat atau jenis-jenis alat yang dipakai, sehingga yang
dimaksud dengan satu set gamelan Semara Pagulingan sebenarnya belum seragam.
Gamelan Semara Pagulingan Teges Kanginan sampai saat ini kondisinya masih bagus
dan terawat dengan baik. Kesatuan barungannya terdiri dari 15 jenis alat,
terdiri dari instrumen-instrumen sebagai berikut : 1) sepasang gender rambat
berbilah empat belas, 2) sepasang gender rambat barangan berbilah empat belas,
3) dua pasang (empat buah) gangsa gantung pemade, berbilah enam, 4) sepasang
calung berbilah enam, 5) sepasang jegogan berbilah enam, 6) sebuah kelenang, 7)
sebuah kajar, 8) sebuah kemong, 9) satu pangkon cengceng gecek, 10) sebuah
gentorag, 11) satu tungguh gong, 12) suling, 13) rebab, 14) satu pasang kendang
krumpungan, dan 15) satu tungguh trompong, terdiri dari 13 pencon. Sebagai
seperangkat gamelan, fungsi masing-masing instrumen yang melengkapi barungan
Semara Pagulingan Teges Kanginan dapat dikelompokkan menjadi lima jenis, sebagai
berikut : 1) Sebagai pembawa lagu ; adalah instrumen yang bertugas menjalankan
melodi gending dan bertanggung jawab terhadap keutuhan kompoesisi secara
keseluruhan. Pada bagian-bagian tertentu berfungsi membuat variasi; seperti
jalinan-jalinan (kotekan), memperlihatkan motif-motif dan teknik pukulan untuk
mewujudkan identitas dari barungan tertentu. Jenis instrumen yang dapat
dimasukkan sebagai kelampok “pembawa lagu”, adalah gender rambat, gender
barangan, gangsa gantung pemade, trompongl, suling dan rebab. 2) Sebagai
pemangku lagu ; adalah instrumen yang berfungsi membantu memainkan lagu pokok
dan juga bertanggung jawab terhadap melodi. Selebihnya memberikan
penekanan-penekanan terhadap nada tertentu dan mempertegas pukulan pokok pada
hitungan genap. Jenis instrumen yang dapat dimasukkan sebagai kelompok
“pemangku lagu” adalah calung dan jegogan. 3) Sebagai pemangku irama ; adalah
instrumen yang berfungsi memainkan tempo, menentukan cepat-lambat jalannya
permainan gending. Pada bagian lain berfungsi menentukan panjang dan pendeknya
ukuran gending, dengan teknik permainan yang selalu ajeg dan bersifat agak
menoton. Instrumen yang dapat dimasukkan sebagai kelompok “pemangku irama”
adalah kajar, kemong dan kempur. 4) Sebagai pengisi irama ; adalah instrumen
yang bermain imbang diantara mat yang ada, sistem permainannya tidak selalu
terpaku pada hitungan. Berfungsi mengisi celah-celah yang kosong, menghubungkan
bagian gending, meramaikan suasana, dan mempertegas permainan melodi dalam
menentukan dinamika gending. Kebanyakkan permainannya bersifat improvisasi.
Jenis instrumen yang dimasukan sebagai kelompok “pengisi irama” adalah
kelenang, cengceng gecek dan gentorag. 5) Sebagai pamurba irama ; adalah
instrumen yang bertanggung jawab kepada irama, sebagai pengatur kelompok
pembawa lagu, pemangku lagu, pemangku irama dan pengisi irama. Pemurba irama
dianggap sebagai pemegang kunci dari keberhasilan sebuah penyajian. Berfungsi
sebagai kendali dalam menentukan jalannya gending, menentukan dinamika,
mengatur tempo, menghidupkan suasana dan membuat variasi-variasi sesuai dengan
kebutuhan. Hanya instrumen kendang yang dapat dimasukkan dalam kelompok
instrumen “pemurba irama”. 3. Konsep Musikal Gamelan Semara Pagulingan “pelog
saih lima” seperti yang ada di Banjar Teges Kanginan, ada kalanya disebut
gamelan Palegongan, karena barungan ini menggunakan dua instrumen yang memiliki
tugas dan fungsi yang hampir sama, yaitu trompong dan gender rambat. Apabila
dalam suatu penyajian tabuh-tabuh yang disajikan adalah tabuh instrumental,
maka fungsi gender rambat digantikan oleh instrumen trompong sebagai pembawa
melodi, dalam hal ini dapat disebut dengan Semara Pagulingan. Apabila tabuh
yang disajikan adalah tabuh iringan tari, maka fungsi trompong digantikan oleh
permainan gender rambat yang bertugas sebagai pembawa melodi, dalam hal ini
disebut dengan Palegongan. Oleh karenanya antara Semara Pagulingan pelog saih
lima dengan Palegongan sangat tipis perbedaannya. Bahkan tabuh-tabuh Semara
Pagulingan lebih banyak mengadopsi dan dipengaruhi oleh tabuh instrumental
Palegongan. Akan tetapi karena tuntutan dan fungsi yang terus berkembang, tidak
menutup kemungkinan Semara Pagulingan juga layak dimanfaatkan untuk mengiringi
tari Legong. 1) Jajar Pageh Sebagai Konsep Musikal Gamelan Semar Pagulingan
memiliki repertoire yang disebut dengan gending atau tabuh Semara Pagulingan.
Istilah tabuh atau gending menunjukkan sebuah komposisi musikal dari gamelan
tersebut. Dengan demikian tabuh-tabuh Semara Pagulingan adalah susunan konsep
musikal yang secara tradisi dimainkan lewat gamelan Semara Pagulingan.
Pengertian komposisi pada dasarnya menyatakan bahwa komposisi itu tidak lain
dari pada unsur-unsur musikalitas. Dalam dunia karawitan di Bali, istilah
komposisi musikal dimengerti sebagai suatu proses penciptaan gending atau hasil
dari pada proses tersebut. Bahkan dikalangan penabuh di Bali, komposisi
dimengerti sebagai sebuah aturan atau disebut jajar pageh dari sebuah tabuh.
Jajar (bahasa Bali) berarti jejer atau susunan, pageh berarti pagar atau
batas-batas. Jajar pageh adalah susunan dari pokok-pokok komposisi sebagai
susunan dalam membentuk komposisi menjadi sebuah tabuh yang utuh. Dalam sebuah
tabuh pengertian jajar pageh dapat disejajarkan dengan patokan-patokan atau
hukum-hukum yang mengikat untuk terbentuknya sebuah tabuh. Beberapa hal penting
yang tekait dengan jajar pageh adalah : 1) peniti ; menunjukkan pukulan dalam
perhitungan ketukan tertentu yang ditandai dengan pukulan kenyur dan calung, 2)
pepada ; merupakan perhitungan dalam satu baris yang ditandai dengan pukulan
jegogan pada setiap nada akhir, dan 3) pepalet ; menunjukkan perhitungan dalam
satu gong (apalet) atau satu set yang ditandai dengan pukulan gong. 2) Konsep
Musikal dengan Asta Windu Tabuh-tabuh Semara Pagulingan secara struktural
biasanya diintikan oleh tiga bagian penting, yaitu ; kawitan, pangawak dan
pangecet. Prinsip dasar struktur tabuh-tabuh Semara Pagulingan yang ada juga
sebagian besar dimiliki oleh gamelan Bali lainnya, yang didasari oleh konsep
Tri Angga. Tri Angga menurut Astita (1993 : 121), adalah tiga bagian pokok
dalam tubuh manusia yaitu kepala, badan dan kaki. Berdasarkan konsep ini
kaitannya dengan struktur tabuh Semara Pagulingan adalah kawitan diibaratkan
sebagai kepala, pangawak diibaratkan sebagai badan, dan pangecet diibaratkan
sebagai kaki. Umumnya bagian pangawak merupakan bagian terpenting untuk
menentukan ukuran tabuh, dalam hal ini ada dua jenis instrumen yang berperan
dalam menentukan ukuran tabuh, yaitu instrumen kemong dan kendang. Dengan pupuh
kekendangan yang disertai banyaknya pukulan kemong pada bagian pangawak dan
pangecetnya, dapat dicermati dan diketahui ukuran dari sebuah tabuh, baik tabuh
pisan, tabuh dua maupun yang disebut tabuh telu. Menurut almarhum I Gusti Putu
Made Griya, ada delapan jenis pupuh kekendangan untuk menentukan ukuran tabuh,
yang disebut asta windu. Asta windu berarti delapan jenis pupuh kekendangan,
terdiri dari : pawiwit, selah tunggul, ngalad, nruktuk, niltil, ngeregah,
ngentrag dan nganduh (Rai, S, 1983 : 2). Setiap pupuh memiliki teknik permainan
tersendiri yang berbeda dengan teknik permainan pupuh yang lainnya, dan setiap
jenis pupuh hanya dimainkan untuk satu baris melodi atau disebut apada. Apabila
terjadi pengulangan berarti ada jenis pupuh yang dimainkan lebih dari satu
kali, tentu hal tersebut disesuaikan dengan panjangnya melodi atau ukuran tabuh
yang dikehendaki. Bila dibuatkan bagan akan terlihat sebagai berikut : a.
Pawiwit : …. …. …. …. b. Selah tunggul : …. …. …. …. c. Ngalad : …. …. …. …. d.
Nruktuk : …. …. …. …. - pukulan kemong e. Niltil : …. ….. …. .… f. Ngeregah :
…. …. …. …. g. Ngentrag : …. …. …. …. h. Nganduh : …. …. …. …(.) pukulan gong
Dari penggunaan pupuh asta windu seperti di atas akan terwujud komposisi yang
disebut tabuh pisan, karena dalam satu gong (apalet) terdapat sekali nruktuk
tidak ada pengulangan.
No comments:
Post a Comment