Follow Us @gamelansp4

Followers

Thursday, January 2, 2020

Konsep Musikal Gamelan Semar Pangulingan


Konsep Musikal Gamelan Semar Pangulingan 

Gamelan Semara Pagulingan adalah perangkat gamelan yang berlaras pelog sapta nada (pelog tujuh nada) terdiri dari lima nada pokok dan dua nada pemero. Gamelan ini merupakan pemekaran dari gamelan Pagambuhan yang barungannya sangat sederhana menjadi barungan yang lebih besar dan tepat guna. Pemekaran ini diilhami pula oleh adanya gamelan Gong Luang (Rembang, 1985 : 3). Menurut Wayan Rai S. dalam Mudra (1997 : 145), istilah Semara Pagulingan terdiri dari kata “Semara” dan “Pagulingan”. Semara, atau sering pula disebut semar ; adalah dewa keindahan; sedangkan pagulingan adalah istilah yang sering diaso-siasikan dengan bed chamber. Karena itu Semara Pagulingan diartikan sebagai love music for the bed chamber (Hood), atau gamelan rekreasi raja-raja zaman dahulu (Bandem). Menurut I Nyoman Rembang, Semara Pagulingan bukanlah sebuah istilah yang semata-mata diasosiasikan dengan musik yang bernuansa sex, melainkan suatu istilah yang diberikan kepada gamelan yang mampu memberikan rasa keindahan yang luar biasa, dalam bahasa Bali disebut ngelangenin. Pada mulanya masyarakat Bali mengenal Semara Pagulingan hanya berlaras pelog saih pitu, akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya muncul gamelan Semara Pagulingan yang berlaras pelog saih lima. Kedua jenis Semara Pagulingan tersebut secara fisik lebih kecil dari barungan Gong Kebyar jika dilihat dari ukuran instrumen gangsa dan trompong yang melengkapi. Sebagai penentu identitas, instrumen trompong memegang peranan penting dalam gamelan Semara Pagulingan. Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan adalah gamelan Semara Pagulingan berlaras pelog saih lima memiliki identitas yang khas dengan keunikannya, yang masih mampu bertahan sesuai tradisi dan kondisi kehidupan masyarakat pendukungnnya. Tradisi menggunakan Semara Pagulingan dalam upacara-upacara adat dan keagamaan di Banjar Teges Kanginan telah berlangsung cukup lama yang hingga sekarang masih tetap dilaksanakan oleh generasi penerusnya. Sampai dewasa ini Banjar Teges Kanginan masih memelihara dan memanfaatkan gamelan Semar Pagulingan secara fungsional, masih kokoh dan mampu melestarikan salah satu media kesenian Bali yang telah diwarisi secara turun-temurun. Lestarinya repertoire tersebut tidak terlepas dari adanya tabuh-tabuh yang disajikan secara khusus, baik untuk kepentingan melengkapi ritual keagamaan maupun untuk menunjang aktivitas masyarakatnya. Tulisan ini akan mengkaji konsep musikal dan nilai-nilai yang menjadi identitas gamelan Semara Pagulingan yang berkembang di Banjar Teges Kanginan, Peliatan, Gianyar. Dengan menjadikan gamelan Semara Pagulingan sebagai topik tulisan ini, penulis bermaksud untuk menyajikan bagaimana perkembangan gamelan Semara Pagulingan dalam konteks aktivitas sosial masyarakat Teges Kanginan, baik yang berkaitan dengan aspek kehidupan beragama maupun dengan aspek kehidupan berkesenian dalam menghadapi perubahan dilingkungan budayanya. 2. Repertoire Gamelan Semara Pagulingan Gamelan Semara Pagulingan Teges Kanginan memiliki patet yang hampir sama dengan patet selisir dalam Semara Pagulingan saih pitu. Repertoarnya sejenis dengan gamelan Palegongan dan Bebarongan, umumnya dalam bentuk insrumental dan sebagai iringan tari. Secara fisik instrumen yang melengkapi barungannya didominasi oleh instrumen-instrumen berbilah, bentuk instrumen-instrumen tersebut pada dasarnya sama, hanya saja terdapat perbedaan ukuran besar-kecil bilah, jumlah bilah dan urutan nada-nada dalam setiap tungguhnya. Instrumen yang menjadikan barungan untuk satu set gamelan Semara Pagulingan itu tidak semuanya sama. Antara barungan-barungan itu masih ada terdapat perbedaan alat atau jenis-jenis alat yang dipakai, sehingga yang dimaksud dengan satu set gamelan Semara Pagulingan sebenarnya belum seragam. Gamelan Semara Pagulingan Teges Kanginan sampai saat ini kondisinya masih bagus dan terawat dengan baik. Kesatuan barungannya terdiri dari 15 jenis alat, terdiri dari instrumen-instrumen sebagai berikut : 1) sepasang gender rambat berbilah empat belas, 2) sepasang gender rambat barangan berbilah empat belas, 3) dua pasang (empat buah) gangsa gantung pemade, berbilah enam, 4) sepasang calung berbilah enam, 5) sepasang jegogan berbilah enam, 6) sebuah kelenang, 7) sebuah kajar, 8) sebuah kemong, 9) satu pangkon cengceng gecek, 10) sebuah gentorag, 11) satu tungguh gong, 12) suling, 13) rebab, 14) satu pasang kendang krumpungan, dan 15) satu tungguh trompong, terdiri dari 13 pencon. Sebagai seperangkat gamelan, fungsi masing-masing instrumen yang melengkapi barungan Semara Pagulingan Teges Kanginan dapat dikelompokkan menjadi lima jenis, sebagai berikut : 1) Sebagai pembawa lagu ; adalah instrumen yang bertugas menjalankan melodi gending dan bertanggung jawab terhadap keutuhan kompoesisi secara keseluruhan. Pada bagian-bagian tertentu berfungsi membuat variasi; seperti jalinan-jalinan (kotekan), memperlihatkan motif-motif dan teknik pukulan untuk mewujudkan identitas dari barungan tertentu. Jenis instrumen yang dapat dimasukkan sebagai kelampok “pembawa lagu”, adalah gender rambat, gender barangan, gangsa gantung pemade, trompongl, suling dan rebab. 2) Sebagai pemangku lagu ; adalah instrumen yang berfungsi membantu memainkan lagu pokok dan juga bertanggung jawab terhadap melodi. Selebihnya memberikan penekanan-penekanan terhadap nada tertentu dan mempertegas pukulan pokok pada hitungan genap. Jenis instrumen yang dapat dimasukkan sebagai kelompok “pemangku lagu” adalah calung dan jegogan. 3) Sebagai pemangku irama ; adalah instrumen yang berfungsi memainkan tempo, menentukan cepat-lambat jalannya permainan gending. Pada bagian lain berfungsi menentukan panjang dan pendeknya ukuran gending, dengan teknik permainan yang selalu ajeg dan bersifat agak menoton. Instrumen yang dapat dimasukkan sebagai kelompok “pemangku irama” adalah kajar, kemong dan kempur. 4) Sebagai pengisi irama ; adalah instrumen yang bermain imbang diantara mat yang ada, sistem permainannya tidak selalu terpaku pada hitungan. Berfungsi mengisi celah-celah yang kosong, menghubungkan bagian gending, meramaikan suasana, dan mempertegas permainan melodi dalam menentukan dinamika gending. Kebanyakkan permainannya bersifat improvisasi. Jenis instrumen yang dimasukan sebagai kelompok “pengisi irama” adalah kelenang, cengceng gecek dan gentorag. 5) Sebagai pamurba irama ; adalah instrumen yang bertanggung jawab kepada irama, sebagai pengatur kelompok pembawa lagu, pemangku lagu, pemangku irama dan pengisi irama. Pemurba irama dianggap sebagai pemegang kunci dari keberhasilan sebuah penyajian. Berfungsi sebagai kendali dalam menentukan jalannya gending, menentukan dinamika, mengatur tempo, menghidupkan suasana dan membuat variasi-variasi sesuai dengan kebutuhan. Hanya instrumen kendang yang dapat dimasukkan dalam kelompok instrumen “pemurba irama”. 3. Konsep Musikal Gamelan Semara Pagulingan “pelog saih lima” seperti yang ada di Banjar Teges Kanginan, ada kalanya disebut gamelan Palegongan, karena barungan ini menggunakan dua instrumen yang memiliki tugas dan fungsi yang hampir sama, yaitu trompong dan gender rambat. Apabila dalam suatu penyajian tabuh-tabuh yang disajikan adalah tabuh instrumental, maka fungsi gender rambat digantikan oleh instrumen trompong sebagai pembawa melodi, dalam hal ini dapat disebut dengan Semara Pagulingan. Apabila tabuh yang disajikan adalah tabuh iringan tari, maka fungsi trompong digantikan oleh permainan gender rambat yang bertugas sebagai pembawa melodi, dalam hal ini disebut dengan Palegongan. Oleh karenanya antara Semara Pagulingan pelog saih lima dengan Palegongan sangat tipis perbedaannya. Bahkan tabuh-tabuh Semara Pagulingan lebih banyak mengadopsi dan dipengaruhi oleh tabuh instrumental Palegongan. Akan tetapi karena tuntutan dan fungsi yang terus berkembang, tidak menutup kemungkinan Semara Pagulingan juga layak dimanfaatkan untuk mengiringi tari Legong. 1) Jajar Pageh Sebagai Konsep Musikal Gamelan Semar Pagulingan memiliki repertoire yang disebut dengan gending atau tabuh Semara Pagulingan. Istilah tabuh atau gending menunjukkan sebuah komposisi musikal dari gamelan tersebut. Dengan demikian tabuh-tabuh Semara Pagulingan adalah susunan konsep musikal yang secara tradisi dimainkan lewat gamelan Semara Pagulingan. Pengertian komposisi pada dasarnya menyatakan bahwa komposisi itu tidak lain dari pada unsur-unsur musikalitas. Dalam dunia karawitan di Bali, istilah komposisi musikal dimengerti sebagai suatu proses penciptaan gending atau hasil dari pada proses tersebut. Bahkan dikalangan penabuh di Bali, komposisi dimengerti sebagai sebuah aturan atau disebut jajar pageh dari sebuah tabuh. Jajar (bahasa Bali) berarti jejer atau susunan, pageh berarti pagar atau batas-batas. Jajar pageh adalah susunan dari pokok-pokok komposisi sebagai susunan dalam membentuk komposisi menjadi sebuah tabuh yang utuh. Dalam sebuah tabuh pengertian jajar pageh dapat disejajarkan dengan patokan-patokan atau hukum-hukum yang mengikat untuk terbentuknya sebuah tabuh. Beberapa hal penting yang tekait dengan jajar pageh adalah : 1) peniti ; menunjukkan pukulan dalam perhitungan ketukan tertentu yang ditandai dengan pukulan kenyur dan calung, 2) pepada ; merupakan perhitungan dalam satu baris yang ditandai dengan pukulan jegogan pada setiap nada akhir, dan 3) pepalet ; menunjukkan perhitungan dalam satu gong (apalet) atau satu set yang ditandai dengan pukulan gong. 2) Konsep Musikal dengan Asta Windu Tabuh-tabuh Semara Pagulingan secara struktural biasanya diintikan oleh tiga bagian penting, yaitu ; kawitan, pangawak dan pangecet. Prinsip dasar struktur tabuh-tabuh Semara Pagulingan yang ada juga sebagian besar dimiliki oleh gamelan Bali lainnya, yang didasari oleh konsep Tri Angga. Tri Angga menurut Astita (1993 : 121), adalah tiga bagian pokok dalam tubuh manusia yaitu kepala, badan dan kaki. Berdasarkan konsep ini kaitannya dengan struktur tabuh Semara Pagulingan adalah kawitan diibaratkan sebagai kepala, pangawak diibaratkan sebagai badan, dan pangecet diibaratkan sebagai kaki. Umumnya bagian pangawak merupakan bagian terpenting untuk menentukan ukuran tabuh, dalam hal ini ada dua jenis instrumen yang berperan dalam menentukan ukuran tabuh, yaitu instrumen kemong dan kendang. Dengan pupuh kekendangan yang disertai banyaknya pukulan kemong pada bagian pangawak dan pangecetnya, dapat dicermati dan diketahui ukuran dari sebuah tabuh, baik tabuh pisan, tabuh dua maupun yang disebut tabuh telu. Menurut almarhum I Gusti Putu Made Griya, ada delapan jenis pupuh kekendangan untuk menentukan ukuran tabuh, yang disebut asta windu. Asta windu berarti delapan jenis pupuh kekendangan, terdiri dari : pawiwit, selah tunggul, ngalad, nruktuk, niltil, ngeregah, ngentrag dan nganduh (Rai, S, 1983 : 2). Setiap pupuh memiliki teknik permainan tersendiri yang berbeda dengan teknik permainan pupuh yang lainnya, dan setiap jenis pupuh hanya dimainkan untuk satu baris melodi atau disebut apada. Apabila terjadi pengulangan berarti ada jenis pupuh yang dimainkan lebih dari satu kali, tentu hal tersebut disesuaikan dengan panjangnya melodi atau ukuran tabuh yang dikehendaki. Bila dibuatkan bagan akan terlihat sebagai berikut : a. Pawiwit : …. …. …. …. b. Selah tunggul : …. …. …. …. c. Ngalad : …. …. …. …. d. Nruktuk : …. …. …. …. - pukulan kemong e. Niltil : …. ….. …. .… f. Ngeregah : …. …. …. …. g. Ngentrag : …. …. …. …. h. Nganduh : …. …. …. …(.) pukulan gong Dari penggunaan pupuh asta windu seperti di atas akan terwujud komposisi yang disebut tabuh pisan, karena dalam satu gong (apalet) terdapat sekali nruktuk tidak ada pengulangan.

No comments:

Post a Comment

Gamelan pakurmatan

                    Gamelan Pakurmatan Nama pakurmatan sendiri telah menyebut jenis karawitan ini adalah untuk menghormat sesuatu. Disebut...