Follow Us @gamelansp4

Followers

Wednesday, December 25, 2019

Gamelan Bali

Gamelan Bali

Gamelan Bali adalah ansambel yang terdiri dari sejumlah alat musik Bali. Orang-orang Bali lebih menyebutnya sebagai “gambelan“. Di artikel ini kita menggunakan cara penulisan dalam bahasa Indonesia agar lebih mudah mengidentifikasi bahwa ini juga salah satu dari gamelan Nusantara, selain Gamelan Jawa dan Gamelan Sunda.
Gamelan Bali sangatlah khas terutama melalui bunyinya yang meledak-ledak, berkecepatan tinggi, serta bagian-bagian gending yang lebih dinamis. Ritme musik yang cepat terutama disebabkan oleh perangkat berbentuk seperti cymbal berukuran kecil yang biasa disebut Ceng-Ceng.
Alat musik Ceng-Ceng yang berbunyi nyaring dan dimainkan dengan cepat inilah yang menjadi pembeda dengan Gamelan Jawa yang cenderung lembut atau Gamelan Degung Sunda yang mendayu-dayu.
Selain itu, satu unsur unik dari Gamelan Bali adalah sistem pelarasan yang sangat tepat yang disebut ombak “dengung akustik”. Aturan getaran ini, terutama dalam gamelan perunggu menghasilkan dentingan yang khas.
Keunikan itu juga termasuk gema-getaran gong bersama alat lain berbilah perunggu yang datar yang ditahan oleh penguat suara bambu, sehingga secara umum mampu menghasilkan nada hingga 4-5 oktaf.

Jenis - jenis Gamelan bali

Terkait dengan bahan pembuatannya, orang-orang Bali telah mengkategorikan alat musik mereka. Ada gamelan perunggu yang lebih dikenal sebagai gamelan krawang karena dirakit oleh pande krawang (ahli perunggu).
Ada juga gamelan yang terbuat dari bambu, serta ada juga gamelan slonding yang terbuat dari besi. Dari ketiganya, gamelan slonding adalah yang paling antik dan langka karena jarang digunakan.
Gamelan Bali sangatlah beragam, termasuk pada prinsip memainkannya, terlebih pada jenis-jenis gamelan pada masa pra Hindu-Jawa (Bali Aga).
Di Bali bagian timur, prinsip permainan gamelan agak berbeda dengan yang ada di Bali Selatan dan Utara yang memang berkaitan dengan lingkungan keraton yang sebagian masih terpengaruh budaya Jawa.
Sejauh ini setidaknya ada kurang lebih 25-30 genre karawitan Bali yang dibedakan berdasarkan jenis-jenis instrumen, fungsi dan bahasa. Mengingat banyaknya jenis, Gamelan Bali telah dibagi menjadi tiga kelompok besar menurut zamannya, diantaranya sebagai berikut :

• Gamelan Wayah (gamelan tua)
Jenis ini diperkirakan telah ada sebelum abad XV. Umumnya didominasi oleh alat-alat berbentuk bilahan dan belum dilengkapi oleh kendang. Kalaupun ada kendang, peranannya tidal begitu menonjol.
Beberapa gamelan yang masuk pada jenis ini meliputi Angklung, Gender Wayang, Baleganjur, Genggong, Bebonangan, Geng Beri, Caruk, Gong Luwang, Gambang dan Selonding.
• Gamelan Madya
Jenis ini diperkirakan muncul pada kisaran abad XVI-XIX. Ini adalah barungan gamelan dimana kendang sudah digunakan bersma dengan instrumen-instrumen berpencon.
Keberadaan kendang dalam kategori ini telah memainkan peranan penting. Beberapa gamelan yang termasuk dalam golongan madya antara lain Batel Barong, Bebarongan, Joged Pingitan, Penggambuhan, Gong Gede, Pelegongan dan Semar Pagulingan.
• Gamelan Anyar (gamelan baru)
Jenis ini diperkirakan ada pada kisaran abad XX dengan ciri-ciri yang lebih menonjolkan permainan kendang.
Beberapa gamelan dalam kategori ini termasuk Adi Merdangga, Manikasanti, Bumbung Gebyog, Semaradana, Bumbang, Gong Suling, Geguntangan, Jegog, Genta Pinara Pitu, Kendang Mabarung, Gong Kebyar, Okakan atau Grumbungan, Janger, Tektekan dan Joged Bumbung.
Sejarah Gamelan Bali
Dalam pengkategorian Gamelan Bali telah disebutkan bahwa Gamelan Wayah adalah jenis yang paling tua dari Gamelan Bali, yakni telah ada sebelum abad ke XV.
Terdapat beberapa gamelan yang termasuk dalam golongan ini yang sebagian besar telah penulis sebutkan diatas. Hanya saja mengingat minimnya referensi tentang sejarah Gamelan Bali, disini penulis hanya memulai pada salah satunya yakni Gamelan Gambang.
Keberadaan Gamelan Gambang dimulai dari konflik yang terjadi dalam tubuh kerajaan Gelgel. Bermula dari Gusti Ngurah Klanting salah satu putra dari Dalem Watu Renggong (1460-1550) yang tidak bisa menerima kakaknya menjadi raja, I Gusti Ngurah Tabanan.
Mengetahui hal tersebut, Dalem memerintahkan kepada Gusti Ngurah Klanting sebuah tugas yang tidak masuk akal dengan maksud menghukum, yakni mencari lontar milik wong gamang (orang halus).
Singkat cerita, diluar dugaan Dalem Watu Renggong, Gusti Ngurah klanting bisa memenuhi permintaan ayahandanya. Lontar yang diminta telah didapatkan dan betapa terkejutnya Dalem karena memang lontar itulah yang diinginkannya.
Melalui kejadian itu, kemudian kerajaan dibagi menjadi dua. Sayangnya sebelum dinobatkan menjadi raja, Gusti Ngurah Klanting disuruh membuat seperangkat gamelan yang gending-gendingnya di ambil dari lontar tersebut. Terciptalah gamelan gambang yang namanya diambil dari lontar wong gamang.
Selanjutnya, gamelan tersebut difungsikan sebagai sarana perlengkapan di dalam upacara Ngaben (Pitra Yadnya). Maka sejak saat itu atau melalui petunjuk dari I Gusti Ngurah Klanting, mulailah orang-orang mempergunakan Gambelan gambang sebagai pengiring prosesi Ngaben.
Disisi lain, salah seorang keluarga Arya Simpangan (sekaa gambang sekarang) yang dulunya pernah tinggal di kerajaan Tabanan, merasa senang dengan gambelan tersebut.
Selanjutnya ia tertarik juga untuk membuat gamelan ketika pulang ke Sembuwuk. Sejak saat itulah Gambelan Gambang ada juga di Banjar Sembuwuk Desa Pejeng Kaja.
Perkembangan Karawitan Bali
Seni karawitan Bali mengalami kemajuan yang cukup menggembirakan terlebih pada periode tahun 1970-1990-an. Pada masa itu, karawitan Bali memperlihatkan dua sisi menarik yang sangat menentukan masa depan kesenian ini.
Di satu sisi, gamelan telah menyebar di seantero Bali bahkan ke daerah lain dan luar negeri. Kondisi ini juga membuat komposisi gamelan semakin komplek dan rumit. Disisi yang lain terjadi perubahan ekspresi musikal dan juga pembaruan gaya-gaya musik lokal.
Meskipun pada kenyataannya, desa-desa di Bali telah memiliki gamelan sendiri dan tidak sedikit pula yang memiliki lebih dari satu barungan gamelan. Namun sejauh ini gamelan Gong Kebyar-lah yang paling baik perkembangannya.
Popularitas Gong Kebyar lebih dikarenakan fungsinya yang serba guna, selain juga paling sesuai dengan selera masyarakat banyak terutama bagi kalangan generasi muda.
Salah satu bukti perkembangan gamelan Gong Kebyar bisa terlihat di desa Singapadu, Gianyar. Disana, hingga akhir 1960 hanya terdapat 1 barung Gong Kebyar dan 7 barung gamelan geguntangan.
Namun dua puluh tahun kemudian, desa tersebut telah tersedia 6 barung Gong Kebyar dan 2 barung Geguntangan. Menariknya, jumlah tersebut belum termasuk 2 barung Gong Kebyar milik sanggar atau sekaa pribadi.
Di luar Bali, dibeberapa daerah juga telah berdiri beberapa grup musik gamelan Bali yang juga menggunakan gamelan Gong Kebyar.
Sementara itu, di tingkat internasional, gamelan Gong Kebyar bersama dengan gamelan Semar Pangulingan dan Gender Wayang telah tersebar di Eropa, Australia, Jepang, Canada, India dan mungkin yang terbanyak ada di Amerika Serikat.
Awalnya, gamelan-gamelan tersebut hanya ditempatkan di perwakilan RI dan universitas, namun lambat laun tidak sedikit group-group swasta dan perorangan yang memiliki gamelan sendiri.
Sebagai misal, grup Sekar Jaya El Ceritto, California, Giri Mekar di Woodstock, New York (keduanya di Amerika Serikat) serta grup Sekar Jepun di Tokyo Jepang.
Belakangan ini muncul komposisi-komposisi musik baru yang menampilkan melodi yang lincah dan mempergunakan banyak nada. Hal ini sangat berbeda dengan gending-gending dari masa lampau yang melodi-melodinya sangat sederhana, mempergunakan beberapa nada saja dan berisikan banyak pengulangan.
Pola-pola cecadetan yang muncul belakangan ini sudah banyak memakai pola ritme atau hitungan tidak ajeg seperti tiga, lima atau tujuh.
Dalam komposisi lama, dalam Gender Wayang sekalipun pola ritme ajeg sangat dominan. Perubahan ini juga diikuti oleh masuknya jenis pukulan rampak dan keras, yang datangnya secara tiba- tiba seperti yang terjadi pada Gong Kebyar.
Tambah lagi ekspresi musikal hampir semua gamelan Bali menjadi “ngebyar” (meniru Gong Kebyar). Nampaknya perubahan ini besar kaitannya dengan adanya pengaruh gamelan Gong Kebyar.
Kecenderungan yang lain adalah pengembangan barungan dengan cara menambah beberapa instrumen baru. Gejala ini yang terlihat dalam pengembangan gamelan Geguntangan, munculnya Adi Merdangga dan gamelan pengiring sendratari.
Hal ini kiranya berkaitan dengan munculnya stage-stage pementasan besar dengan penonton yang berada jauh dari arena pentas (tempat menari).
Agar musik dapat didengar oleh penonton yang berada di kejauhan ini, maka penambahan instrumen menjadi perlu selain menggunakan sistem amplifikasi. Misalnya saja pada tahun 1970, gamelan Geguntangan adalah suatu barungan kecil yang menimbulkan suara lembut merdu.
Kini Geguntangan sudah dilengkapi dengan beberapa buah kulkul, dengan beberapa instrumen bilah seperti cuing dan lain-lain. Ada kecenderungan bahwa perkembangan seni Karawitan Bali lebih didominir oleh gaya Bali Selatan.
Seni Karawitan sebagaimana halnya kesenian Bali lainnya, juga meliputi dua gaya daerah : Bali utara dan Bali Selatan. Perbedaan antara kedua gaya ini tampak jelas dalam tempo, dinamika dan ornamentasi dari pada tabuh- tabuh dari masing-masing gaya.
Secara umum dapat dikatakan bahwa untuk tempo tabuh-tabuh Bali Utara cenderung lebih cepat dari yang di Bali Selatan. Hal ini juga menyangkut masalah dinamika dimana tanjakan dan penurunan tempo musik Bali Utara lebih tajam daripada Bali Selatan.
Meski demikian, ornamentasi tabuh-tabuh Bali Utara cenderung lebih rumit daripada Bali Selatan. Akhir-akhir ini tabuh-tabuh gaya Bali Utara terasa semakin jarang kedengarannya, sebaliknya tabuh-tabuh Bali Selatan semakin keras gemanya.
Semua yang sudah diuraikan di atas mengisyaratkan kemajuan karawitan Bali baik secara kuantitas maupun kwalitas. Ada kecendrungan bahwa di masa yang akan datang seni karawitan Bali, khususnya instrumental yang didominir oleh gamelan Gong Kebyar dan ekspresi “ngebyar” akan masuk ke jenis-jenis gamelan non-Kebyar.
Sementara karawitan gaya Bali Utara dan Selatan akan berbaur menjadi satu (mengingat pemusik kedua daerah budaya ini sudah semakin luluh), gamelan klasik seperti Semar Pagulingan nampaknya akan bangkit kembali.
Di masa yang akan datang, bentuk-bentuk seni karawitan dan barungan gamelan Bali baru akan terus bermunculan. Adanya “kebiasaan” di kalangan seniman Bali untuk terus mencoba, mencari dan menggali ide-ide baru, baik dari dalam seni budaya tradisi mereka maupun dari unsur luar yang senafas.
Melalui kebiasaan tersebut sangat memungkinkan akan terwujudnya perkembangan seni karawitan Bali yang lebih baik di masa yang akan datang.

No comments:

Post a Comment

Gamelan pakurmatan

                    Gamelan Pakurmatan Nama pakurmatan sendiri telah menyebut jenis karawitan ini adalah untuk menghormat sesuatu. Disebut...